VIVAnews – Menteri Komunikasi dan Informasi Tifatul Sembiring menyatakan penelitian ulang tiga lembaga – Kementerian Kesehatan, BPOM, dan IPB – atas produk-produk susu formula untuk bayi usia 0-6 bulan yang beredar di Indonesia tahun 2011 telah menjawab kekhawatiran masyarakat selama ini.
“Hari ini kami telah menjawab keraguan masyarakat, khususnya ibu-ibu. Susu yang dikonsumsi dan beredar saat ini aman,” kata Tifatul di Gedung Kemkominfo, Jakarta Pusat, Jumat 8 Juli 2011, usai pengumuman hasil penelitian susu formula di kantornya.
Sementara itu, Ketua BPOM Kustantinan mengatakan, selama ini BPOM telah beberapa kali menguji susu formula bayi, sejak tahun 2008 sampai 2011. “Tahun 2008, kami melakukan penelitian dengan 96 sampel, dan hasilnya nihil sakazakii. Tahun 2009, penelitian dengan 11 sampel, hasilnya nihil,” kata dia.
“Tahun 2010, penelitian dengan 99 sampel, hasilnya pun nihil. Terakhir, tahun 2011 ini, penelitian dengan 47 sampel, hasilnya pun nihil,” lanjut Kustantinah.
Tifatul menjelaskan, penelitian IPB pada tahun 2006 yang menemukan bakteri sakazakii pada susu formula tertentu, punya motif berbeda dengan penelitian ulang yang dilakukan saat ini. “Penelitian tahun 2006 itu lebih bersifat berburu bakteri sakazakii,” ujarnya.
Versi IPB
Rektor IPB, Herry Suhardiyanto sebelumnya menjelaskan bahwa penelitian tahun 2006 yang mereka lakukan tidak mengambil semua sampel, dan tidak bertujuan secara spesifik untuk meneliti susu formula bayi. “Kan tidak semua sampel diambil, karena tujuannya memang hanya untuk berburu bakteri,” ujar Herry.
Ia mengatakan, pada tahun 2006 itu, dari 22 sampel susu formula yang kebetulan diambil, ada 5 sufor yang positif mengandung sakazakii. “Waktu itu ada 80 jenis susu, dan hanya 22 yang diambil. Jadi kan yang tidak diambil ini seolah-olah pasti negatif,” kata Herry. Padahal kenyataannya tidak demikian, imbuh dia, karena penelitian tidak dilakukan menyeluruh terhadap semua susu formula.
“Saat itu, kita tidak tahu berapa jenis susu yang beredar di Indonesia. Saat itu kita hanya berburu, ngambil breg breg breg, lalu dicari ada mikrobanya atau tidak” terang Herry. Selain itu, lanjutnya, pada tahun 2006 belum ada peraturan yang melarang bakteri sakazakii ada di susu formula.
“Peraturan larangan bakteri sakazakii di sufor kan baru keluar tahun 2009. Justru penelitian ini menjadi landasan untuk lahirnya peraturan itu. Jadi ini murni persoalan ilmiah, tidak ada kepentingan lain,” tegas Herry. (ren)
Ia mengatakan, pada tahun 2006 itu, dari 22 sampel susu formula yang kebetulan diambil, ada 5 sufor yang positif mengandung sakazakii. “Waktu itu ada 80 jenis susu, dan hanya 22 yang diambil. Jadi kan yang tidak diambil ini seolah-olah pasti negatif,” kata Herry. Padahal kenyataannya tidak demikian, imbuh dia, karena penelitian tidak dilakukan menyeluruh terhadap semua susu formula.
“Saat itu, kita tidak tahu berapa jenis susu yang beredar di Indonesia. Saat itu kita hanya berburu, ngambil breg breg breg, lalu dicari ada mikrobanya atau tidak” terang Herry. Selain itu, lanjutnya, pada tahun 2006 belum ada peraturan yang melarang bakteri sakazakii ada di susu formula.
“Peraturan larangan bakteri sakazakii di sufor kan baru keluar tahun 2009. Justru penelitian ini menjadi landasan untuk lahirnya peraturan itu. Jadi ini murni persoalan ilmiah, tidak ada kepentingan lain,” tegas Herry. (ren)
Laporan: Luqman Rimadi
• VIVAnews
Tidak ada komentar:
Posting Komentar